Batik Marunda yang Mengubah Paradigma Rusunawa

adhiantirina.com. Jakarta sudah lama dikenal memiliki Batik Betawi. Namun ternyata ibu kota negara ini juga memiliki jenis batik lain, yaitu Batik Marunda. Wah, kok namanya seperti rusunawa yang dijadikan tempat tinggal warga pindahan dari kampung kumuh?

Benar sobat batik semua, Batik Marunda memang lahir dari tangan ibu-ibu yang tinggal di rumah susun Marunda, Jakarta Utara. Namun bukan ujug-ujug ya kalau para ibu di sini akhirnya memiliki ketrampilan yang bisa menambah ekonomi keluarga.

Kini Batik Marunda sudah dikembangkan oleh sejumlah pihak. Bahkan Pemprov DKI Jakarta pun memberikan perhatian, selain para pemerhati batik dan desainer.

Dan tak heran jika dalam perhelatan peragaan busana batik, ditampilkan juga aneka kreasi Batik Marunda. Berikut ini adalah beberapa hal yang bisa sobat catat dari Batik Marunda.

Sumber Foto : Instagram batikmarunda

Sejarah Batik Marunda

Pada tahun 2013-an, banyak warga Jakarta yang sebelumnya tinggal di perumahan kumuh dipindahkan ke Rusunawa Marunda. Proses ini tak langsung berjalan mulus. Ada penolakan sana-sini. Namun pelan-pelan pemerintah memberikan kemudahan sehingga Rusunawa Marunda akhirnya dihuni.

Di sini, ternyata para ibu rumah tangga tak ingin berdiam diri. Ada peran Iriana Joko Widodo dan Veronica Tan yang waktu itu menjabat istri Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Diantara para ibu ada yang memiliki bakat terpendam. Bakat inilah yang kemudian dimunculkan melalui pelatihan membatik. Akhirnya muncullah Batik Marunda yang oleh sebagian kalangan disebut lebih mirip lukisan ketimbang corak batik.

Namun justru hal itu yang membuat batik ini terasa spesial. Ia memiliki perbedaan dengan Batik Jakarta.

Dari 80 orang yang dilatih, akhirnya terpilih belasan orang secara alami. Hasil karya mereka dibanderol Rp1,5 juta sampai Rp1,7 juta di galeri Batik Marunda.

 

Baca juga : Ngantor Tetap Aman di Masa New Normal dengan Pouch Praktis


Tokoh di Batik Batik Marunda

Seperti disebutkan di atas, ada Iriana Jokowi dan Veronica Tan yang menginisiasi lahirnya Batik Marunda. Namun di lapangan, upaya mengembangkan batik di rusunawa juga melibatkan orang-orang hebat.

Diantaranya Tati Santosa Gozali, Ketua Meek Nusantara Foundation yang sejak awal mendampingi pelatihan Batik Marunda. Pemikirannya sederhana, karena Marunda itu letaknya jauh dari pusat kota, ia membayangkan bagaimana dengan tetap di rumah ibu-ibu bisa bekerja.

Dengan demikian bisa mengurangi biaya transportasi yang harus dikeluarkan para ibu. Jika harus mengeluarkan biaya, belum tentu ada yang mau berangkat mengikuti pelatihan.

Lalu ada juga nama Wendy Sibarani, seorang desainer batik. Sebagian besar desain Batik Marunda pun dirancang olehnya. Namun Wendy tidak memberikan ikan, hanya memberikan pancing.

Maksudnya ia memang mendesain motif batik, namun urusan pewarnaan diserahkan sepenuhnya kepada para pembatik. Dan harus diakui, ternyata teknik ini membuat Batik Marunda berbeda dari kebanyakan batik Jawa.

Kemudian ada juga nama Mira Hadiprana dari Mira Hadiprana for Indonesia yang berkolaborasi dengan batik Marunda. Kolaborasi itu bentuknya fashion show. Salah satunya digelar di Plaza Indonesia, pada September 2019 lalu dengan tema Menyentuh Hati, Mengubah Hidup.

Sumber Foto : Instagram batikmarunda

Seperti Batik Zaman Now

Mira sendiri yang menganggap Batik Marunda lebih seperti lukisan dibanding kain batik lainnya. Dan ini justru menciptakan kelebihan. Yakni bisa dengan mudah dikolaborasikan dan diwujudkan menjadi banyak hal. Apalagi tak ada pakem tertentu yang membuatnya semakin bebas dikombinasikan.

Meminjam istilah dari Mira, Batik Marunda tak ubahnya batik zaman now karena tidak ada restriction. Hal ini mampu menonjolkan kekuatan batik itu sendiri.

Batik Marunda memiliki beberapa motif, dua diantaranya ialah burung kipasan dan bunga bandotan. Sangat kentara perbedaannya dengan Batik Betawi, yang kebanyakan bergembar Monas atau Tugu Nasional. Batik Marunda lebih banyak menggambarkan hewan dan tumbuhan khas Jakarta.

Dibutuhkan kesabaran, ketelitian, dan kegigihan agar keindahan Batik Marunda muncul. Karena motif batik berukuran cukup besar dan renggang satu sama lain, pemakaiannya dapat dipadankan dengan kain tradisional lain seperti kain ikat Bali yang jarak antar motifnya lebih rapat.

Mengubah Paradigma

Ada harapan luhur dibalik keinginan munculnya Batik Marunda. Selain untuk pemberdayaan, Batik Marunda bertujuan mengubah pandangan orang atau paradigma. Lewat fashion show Menyentuh Hati, Mengubah Hidup, misalnya, pandangan orang tentang Marunda yang kumuh pun berkurang.

Yayasan Meek Nusantara mengajak desainer dan merek lokal untuk mengolaborasikan Batik Marunda untuk memperkenalkan kekayaan Jakarta. Mereka yang awalnya tak tahu Jakarta bisa paham lebih banyak.

Masih menurut Mira, Batik Marunda membantu mengubah hati dan paradigma untuk tidak melihat diri sebagai orang terbuang dan miskin. Ibu-ibu di Marunda yang membuat batik menyadari bahwa dalam diri mereka ada potesi yang dahsyat.

Lalu muncul kebanggaan karena batik yang mereka ciptakan setiap hari sepenuh hati dipakai orang lain. Mira juga mengatakan bahwa Yayasan Meek Nusantara tidak menganggap apa yang dilakukannya sebagai kegiatan amal.

Kegiatan amal berarti memberi bantuan pada orang yang tidak mampu. Dan mereka tidak melihat warga Rusunawa Marunda sebagai kelompok tersebut. Sebaliknya, mereka ingin mengubah pandangan positif ke Marunda sendiri.

Sumber Foto : Instagram batikmarunda

Mengejutkan Publik

Kelahiran Batik Marunda harus diakui sebagai sebuah hal yang mengejutkan. Bagaimana tidak, ibu rumah tangga dari pemukiman kumuh dan padat penduduk di bantaran sungai mampu menghasilkan batik yang notabene dibuat dengan penuh kesabaran, ketenangan dan fokus.

Hal ini diakui oleh Pembina Komunitas Membatik Rusun, Irma Gamal Sinurat, beberapa waktu lalu. Awalnya bukan hal yang mudah. Apalagi membatik bukan sesuatu yang sudah mereka kenal.

Memang, Batik Marunda merupakan pendatang baru dalam dunia batik Indonesia. Namun kini kehadirannya mampu disandingkan dengan motif batik lainnya, termasuk Batik Betawi.

Uniknya, ibu-ibu penghuni rusunawa Rawa Bebek dan Besakih juga ada yang memiliki kegiatan membatik. Namun saat dipasarkan, batik mereka tetap menggunakan nama Batik Marunda sebagai pionir.

Mencanting satu lembar kain biasanya dapat diselesaikan dalam waktu seminggu. Setelah melukiskan malam, ibu-ibu Marunda itu pula yang bakal mewarnai kain batik sesuai selera mereka.

Saat ini pewarnaan Batik Marunda kebanyakan masih berupa warna-warna dasar seperti hitam, merah, biru, kuning, dan hijau.

Kain batik yang sudah diwarnai, lalu diberi perekat warna berupa cairan kimia agar tak luntur saat dicuci. Setelah itu, malam diluruhkan dengan cara merebus kain batik di air mendidih. Kemudian, kain batik dijemur dan diangin-anginkan. Kain yang sudah kering siap dipasarkan. ***

0 Response to "Batik Marunda yang Mengubah Paradigma Rusunawa"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel